Senin, 25 Maret 2013

Pelukis Malam (part1)


Berbagai macam kendaraan berlalu lalang, lampu-lampu jalan bersinar redup-redup terang sebagai menerangan dikota yang penuh sesak dengan berbagai suku yang datang. Angin dinginpun merasuk dalam tubuh yang memang tidak gemuk ini. Dengan gitar lusuh yang aku lingkarkan pada bahu dan pinggang, aku menelusuri setiap jalanan yang ada dikota ini. Bergegas berlari mengejar bis-bis yang melintas. Aku petikan senar gitar yang selalu ku bawa sembari mengalunkan sebuah lagu dari penyanyi ibu kota. Recehan yang aku dapatkan dari setiap menumpang yang ada menjadi penolong bagi hidup ku saat ini. Sebut saja namaku Arman. Aku hanyalah seorang pengamen jalanan pada malam hari. Aku memakukan pekerjaan ini sudah sejak 2th terakhir. Ini aku lakukan untuk menghidupi diriku sendiri dikota yang jauh dari orang tua. Pada pagi dan siang hari aku melakukan kewajiban utamaku sebagai seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri. Aku mendapatkan beasiswa. Hidup dikota orang dengan seorang diri itu tidak mudah. Kedua orang tuaku sudah tidak mampu membiayai untuk hidupku disini jangankan untuk membiayai hidupku untuk mereka makan pun ayah harus bekerja keras, kami memang bukan keluarga yang digolongkan mampu. Bapak ku pun hanya seorang pemulung botol-botol plastic. Karena itulah malam hari aku berprofesi sebagai pengamen, meskipun pendapatannya tidak seberapa tapi ini cukup untuk memenuhi kebutuhanku sehari-hari.
Jarum jam sudah menunjukan pukul 04.30 WIB. Aku harus segera pulang pagi ini ada kuliah pukul08.00WIB. aku laju kakiku menuju sebuah gang yang tidak terlalu besar. Gelap.
“baru pulang man? “ sapa seorang bapak yang tinggal tidak jauh dari tempat kost ku
“iya pak,  udah mau subuh”
“ga kemesjid dulu?”
“mau pulang dulu pak, mau mandi kan tidak enak masuk mesjid bau asem keringet”
“oh ya sudah, bapak kemesjid duluan ya”
Pak Natno pun berpamitan dan segera beranjak dari tempat kami bertegur sapa
Aku kembali melangkahkan kakiku menuju kost. Namun baru 2 langkah aku berjalan aku terhenti karena sosok wanita yang ada dihadapanku. Wanita dengan perawakan tinngi kecil, putih, berambut hitam sebahu, mata sipit kecoklatan, hidung mancung. Wanita itu melihat kearah ku. Wanita yang baru-baru ini pernah aku temui dari jarak yang dekat.
                                                                                ***
Malam itu perutku terasa sangat lapar, aku memutuskan untuk mampir sebentar ke sebuah warteg yang ada disamping terminal yang baru saja aku jelajahi. Disana terlihat ada beberapa orang bapa-bapa yang sepertinya  supir bis dan kernek-kernek nya. Perut lapar itu ku isi dengan nasi putih dan telor rendang yang dipadukan dengan the panas. Lega rasanya jika perut sudah di isi, itu artinya aku bisa melanjutkan pekerjaanku kembali. Dari kejauhan terlihat seorang wanita yang mengenakan rok mini dengan hak tinnginya berjalan mendekati warteg itu dengan sedikit tergesa-gesa.
“ehm , hey cantik mau kemana neng malam-malam begini? Mau nemuin abang yaa?” celetuk seorang bapa yang ada dihadapanku, ketika wanita itu mulai ada di dekat warteg. Wanita itupun hanya melirik sibapa dengan pandangan tak suka.
“kenapa neng? Ko jutek gitu?jangan takut ga dibayar, saya bayar deh kalau mau “
Wanita itupun masih tidak menjawab dan mulai melangkahkan kakinya
“alah, sok jual mahal lu, cewe ga bener aja belagu. Lu pikir gua ga mampu bayar lu”
Langkah wanita itupun terhenti
“maaf ya, sepertinya anda salah paham sekali, saya bukan  wanita seperti  yang ada pikir”
“hah, jadi lu wanita baik-baik? Mana ada wanita baik-baik tengah malam gini masih bersiliweran pake rok mini. Mau manggal dimana lu?” Tutur sibapa yang satunya lagi
Terlihat jelas amarah wanita itu mulai terpancing, aku segera membayar makan pada pemilik warteg, tanpa basa-basi dan entah kenapa aku langsung menarik tangan wanita itu. Membawa dia pergi dari tempat itu.
                                                                                                ***

Wanita itu masih berada ditempatnya, masih melihat kearah ku. Tanpa aku pedulikan aku melanjutkan lagi langkahku. Semakin dekat dan semakin dekat, aku melewatinya dan dia tiba-tiba ia memanggilku.
“arman, “
Aku menghentikan langkahku tanpa menoleh, dari mana dia tau namaku, karena ketika malam itu, aku hanya menolong dia menghindarin percekcokan dengan para bapa-bapa itu tanpa memberi tahu  siapa namaku, meskipun aku tau namanya Ranti. Jauh sebelum kejadian itu aku sering secara tidak sengaja melihat Ranti pulang selarut itu, karena jarak tempat tinggal kita yang ternyata tidak begitu jauh. Aku mengetahui nama dia dari penjual sate yang sering nongkrong depan gang kostku.
“kamu arman kan?” perjelasan Ranti
Aku pun membalikan badanku melihat Ranti.
“iya, ada apa?”
“terimakasih, aku Ranti” sembari mengulurkan tangannya dangan senyum manis dibibirnya yang munggil.
                                                                                                ***
Sejak saat itu, aku dengan Ranti menjadi sering bertemu, aku bahkan selalu Menjemput Ranti ketika dia pulang bekerja. kita saling bertukar pikiran dan bercerita banyak hal, jujur saja meskipun aku sudah tinggal dikota ini hampir 4th tapi aku masih belum menemukan lawan untuk bertukar pikiran yang pas, ah mungkin saja karena aku juga seorang pengamen jalanan yang keluyuran malam-malam jadi orang-orang enggan berteman terlalu dekat denganku, tetapi mungkin juga aku yang minder dekat dengan mereka. Ranti pun juga bercerita tentang dia yang ternyata bekerja disebuah club malam sebagai pelayan. Dia berusia 1tahun dibawahku. Dia harus bekerja untuk menghidupi seluruh keluarganya, ayahnya meninggal ketika dia kelas 12SMA. Ibu nya hanya buruh cuci keliling yang sudah mulai sakit-sakitan, sedangkan adik-adiknya masih sangat kecil-kecil. Mau tidak mau Ranti harus berjuang untuk kebutuhan keluarganya, menjadi tulang punggung keluarga karena dia adalah anak sulung. Ranti wanita dengan berparas cantik dengan kulit putih, bibir yang munggil, hidung yang mancung, mata yang sipit dan rambut yang indah. Siapa yang tak suka dengan wanita ini. Namun siapa juga yang mengira hidupnya seberat ini. Jujur saja aku merasa iba, dia harus bekerja ditempat yang seperti itu yang dimana seperti yang Ranti ceritakan tidak sedikit pria hidung belang yang berkunjung kesana dan minta ditemani ini itu. Tempat yang dipandang kurang bagus untuk seorang wanita yang baik-baik.
Sepulang Ranti bekerja, sekitar pukul 03.00 WIB. Aku dan Ranti duduk disebuah bangku taman kota.
“man, gimana hari ini banyak dapet duitnya?”
“aah ya begitu , ga jauh beda sama hari-hari biasanya”
“kamu kenapa ga nyoba nyanyi ditempat aku kerja aja, suara kamu bagus. Dan bukannya gajinya lebih banyak dari pada mengamen”
“gak ah ti, aku lebih suka ngamen aja”
"tapi bukankah penghasilannya tidak seberapa tapi kamu harus berlari sana sini untuk mendapatkan bis yang juga hanya sesekali datang."
"ya itulah ti bedanya,aku lebih menikmati ini semua. ada kepuasan sendiri yang aku rasakan"
sebelum menjadi seorang pengamen aku pernah ikut teman kampusku membentuk sebuah group band tapi ternyata tidak berjalan sesuai kenyataan menyatukan beberapa kepala menjadi satu itu tidak mudah. aku harus bisa mengatur waktu untuk kuliah dengan bermain band. jujur saja aku tidak mau kuliahku keteteran.
"hidup itu tidak selamanya kita harus megejar kenikmati duniawi kan ti?"
sahutku pada Ratni yangt sejak tadi diam mendengar ucapanku.
"ti, kamu kenapa  ga kerja sambil kuliah saja? bukannya waktunya nya ada. seperti aku ini siang ya kuliah malam ya bekerja. walaupun sebetulnya aku lelah"
Ranti tertawa melirik kearahku
"uang dari mana man? untuk biaya hidup aja aku harus melaukan pekerjaan samapi selarut ini"
Sebetulnya aku mengerti dengan apa yang Ranti katakan. ya begitulah hidup terkadang tidak semuanya bisa sesuai kenyataan. Apa yang kita harapkjan justru sangat berbanding terbalik dengan kenyataanya. Namun dengan bersyukur semuanya akan lebih mudah untuk dijalani.
Kami pun terdiam dalam keheningan malam itu, sesekali aku menatap Ranti yang menutup mata sambil menghirup udara dingin malam ini. Ranti yang beberapa waktu ini selalu ada dalam hari-hariku. Ranti gadis malam yang selalu tersenyum simpul. Ya Ranti Wanita yang terkadang membuat jantungku berdegup kencang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar