Senin, 25 Maret 2013

Sayap-Sayap Patah (part2)


Satu minggu dari hari itu kondisi ayah sudah mulai terlihat pulih, ia terlihat sudah mulai sehat. Namun siapa yang tau ketika melakukan cek up, ia malah justru harus melakukan rawat inap. Ketika aku mendengar kabar itu dari kakaku, aku hanya menerka-nerka, dan membayangkan nanti bagaimana jika ayah dirawat dan siapa yang mengurus aku dan adik-adik, apalagi Falan yang usianya masih 3th dan kenapa harus dirawat diRS bukankah ayah sudah sembuh.  Tanpa menunggu banyak waktu, ibu menyuruh beberapa orang untuk mengambil keperluan apa saja yang nanti dibutuhkan selama diRS. Aku hanya bisa menghela napas panjang dan berdoa semoga ayah baik-baik saja, dan segera kembali berkumpul bersama.
                                                                                                ***
Aneh rasanya keadaan rumah sekarang ini, disini aku serta kaka dan adik-adikku jadi sering dikunjungi sodara-sodara yang bergantian mengurusi keperluan kami. Apaboleh buat demi kesembuhan ayah aku bahkan rela mengurus keperluanku sendiri. Tidak seperti malam-malam sebelumnya dirumah tidak ada ayah dan ibu. Rindu rasanya saat-saat berkumpul bersama. Ini sudah 1 minggu ayah diRS dan belum diizinkan pulang. Aku melihat keseluruh penjuru ruangan , disana ada tanteku yang sedang berusaha menidurkan Falan yang rewel sejak tadi. Kasian dia sudah beberapa hari ini sulit bertemu ibu. Tepat didepan tv ka Rizky dan Ridho sedang menonton kapten stubasa. Dan aku sendiri berdiri memperhatikan mereka semua. Perlahan aku berjalan mendekat ka Rizky.
“ka, aku mau liat ayah kerumah sakit” mintaku pada ka rizky
“iya de, nanti ya. Tanya dulu ibu sama ayah. Kamu boleh atau ga kesana. Anak kecil itu ga boleh sering-sering ada di RS”
“kaka, boleh kesana setiap pulang sekolah, kenapa aku ga. Aku kan juga anak ayah”
“kamu masih kecil de, jangan khawatir sebentar lagi ayah pulang ko, jadi kamu ga  harus kesana” jelas ka risky menenangkan , yang aku balas dengan lipatan pipiku tanda aku sedikit kesal.
Mungkin pada saat ini aku sedang merindukan ayah dan ibu, namun mungkin aku tak begitu paham akan hal ini. Beberapa kali aku diajak ke RS untuk melihat kondisi ayah. Bahkan aku juga pernah mencoba untuk nekad sepulang sekolah ke sana sendiri. Menurutku terlalu lama ayah dan ibu tidak pulang kerumah. Tapi ayah memang seseorang yang kuat dia tidak terlihat sesakit itu. Tapi bukankah katanya ayah akan segera pulang tapi kenapa sampai saat ini tidak juga kunjung pulang. Hampir1 bulan ayah dirawat di RS. 1 bulan juga rumah tanpa ayah dan ibu. Sepi.
                                                                                                ***
Dinginnya angin merasuk dalam tubuh yang munggil ini, namun bayangan yang akbar aku lihat itu menghangatkan tubuhku, ia memelukku erat, mencium keningku dan berbisik “Filry jadi anak yang sholeh ya, nurut sama orang tua. Ga boleh sakit-sakitan terus, ayah sangat sayang Firly anak perempuan ayah satu-satunya ini. Ayah juga sangat sayang ka RIzky, Ridho dan Falan. Jangan sering berantem harus saling jaga satu lain. Jangan bikin ibu kesal juga ya harus jagain ibu”  Lalu dia memeluku semakin erat seperti tak tau lepas, nyaman rasanya berada dalam pelukan ayah. Sudah lama sekali ayah tidak memelukku sehangat ini. Namun aku tidak menegrti kenapa ayah harus berkata seperti ini.
“firly, bangun nak. Ayo bangun dulu”
Sebuah suara samar-samar terdengar ditelingaku, tapi aku masih berada dalam pelukan ayah.  Namun suara itu semakin jelas terdengar. Tiba-tiba ayah yang memeluku menghilang dan mataku sedikit-sedikit mulai terbuka. Aku mulai terbangun dari mimpi indahku itu. Suara itu berasal dari salah seorang keluarga. Ketika aku membuka mata seisi rumah sepertinya gaduh, aku mendengar tanteku berteriak  air keran yang tiba-tiba naik. Tangisan bayi keponakanku dan berbagai hal lainnya. Mataku masih begitu enggan untuk membuka sepenuhnya, tetapi suara itupun tidak henti untuk membangunkan aku. Dengan rasa kantuk yang teramat sangat itu akupun memaksakan diri untuk bangun.
“fir, cuci muka dulu yuk “ minta suara yang membangunkan aku itu
“kenapa sekarang? Kan masih malam. Aku masih ngantuk”
“jenguk ayahh dulu yuk”
“sepagi ini?” sembari melirik jam dinding yang tergantung didinding kamarku. Ia menunjukan pukul 04.00 WIB. Aku pun memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur dan membasuh wajah dengan air. Kemudian aku , kaka ayah dan seorang sodara segera bergegas menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan aku bertanya-tanya kenapa harus sekarang? Memangnya tidak bisa besok pagi? Ada apa dengan ayah? Berbagai pertanyaan bermunculan dipikiranku. Sesampainya disana aku menuntun kakiku menyusuri setiap koridor yang ada menuju sebuah kamar yang mana dari arah kejauhan sudah terlihat banyak orang didepannya. Ketika aku sampai semua mata tertuju padaku. Ya semua mata sendu sembab itu. Pikiranku mulai tak karuan, aku langkahkan kakiku lagi menuju pintu yang mengarah ke dalam ruang kamar ayahku. Disana aku melihat ibu dengan kerudung yang menutupi kepalanya duduk disamping ayah mengalunkan ayat suci alquran sembari menangis dan kakaku disampingnya yang melakukan hal yang sama, disudut lain aku melihat ada seorang dokter dan suster yang sedang memeriksa keadaan ayah. Dan disebuah ranjang, aku melihat ayah dengan tubuh besarnya dengan tangan dan kaki terikat, selang oksigen yang terpasang dihidungnya, selang infusan di salah satu tangannya dan berbagai alat medis lain yang melekat pada tubuh ayah yang terbaring. Aku terdiam melihat ayah yang baru rasanya memelukku hangat dalam mimpi yang indah, mimpi yang seakan nyata. Aku menyentuh tangannya, aku cium tangan yang terikat itu.
“yah, ini aku firly”bisikku pada ayah yang saat itu membuka matanya untukku. Aku melihat betul dia menatapku. Menatap anak perempuan satu-satunya. Matanya terlihat berkaca-kaca. Dia menatapku lama penuh ketulusan. Tidak lama sebuah tangan menarik aku keluar dari ruangan itu, terdengar suara adzan subuh berkumandang. Tangan itu memeluk dan menggendongku. Tangan yang berasal dari tangan kaka laki-laki ayah. Dia menggendongku menjauh dari ruangan itu. Dia memeluku erat menangis dan berkata “ kamu anak ayah, anak ayah, “ . suara itu mirip suara ayah, sama persis. Dari arah ruang kamar ayah aku mendengar suara nangisan yang dalam, tangis kehilangan. Innalillahiwainnailaihirojiun…………………………………………………………………
Tangisan akupun pecah. Aku minta diturunkan dari gendongan itu. Sekujur tubuhku lemas, seperti dihantam batu besar, sesak rasanya bukan main. Di usiaku yang masih 9th aku harus kehilangan ayahku sebagai penyempurna hidupku. Rasanya ini tidak adil, bagaimana mungkin bisa, ia meninggalkan kami diusia yang masih sangat membutuhkan sosok seorang ayah. Bagaimana mungkin ayah yang saat itu selalu terlihat kuat harus dengan cepat menghadap sang khalik. Tidak akan ada lagi ayah yang bertubuh besar lagi untuk kami, tidak akan ada lagi ayah yang ditakuti kami, tidak akan ada lagi suara dengkuran ayah untuk kami, tidak akan ada lagi cerita bahagia kami dengan ayah. Ayah, jika engkau pergi saat ini bagaimana kami nanti??? Siapa menyempurna kami? Siapa sosok kebanggaan kami?belum sempat kami membalas budi engkau sudah pergi. Ayah jangan pernah tinggalkan kami.
 Aku menangis dalam gendongan kaka ayahku yang juga ikut menangis. Aku melihat ibu yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri. Kakaku yang menangis sesengukan disamping tubuh ayah yang kaku tak bernapas lagi. Ya Allah ini kah akhir dari dunia kami?????? Ia menghembuskan panasnya setelah aku datang, apa mungkin karena kehadiranku? Jika aku tak datang apakah engkau akan tetap ada bersama kami?? Ayah aku belum mengerti betul arti ditinggalkan. Tapi kenapa engkau yang lebih dulu meninggalkan kami.Sayap ini tak utuh lagi, kami hayalah sayap-sayap patah tanpamu ayah.
Diusia yang masih sangat kecil ini aku gadis 9th yang belum banyak mnegerti berbagai hal, harus ikhlas dan sabar merelakan penyempurna hidupnya untuk pergi selamanya menghadap sang pencipta untuk hidupnya yang lebih kekal. Aku gadis kecil yang yang kehilangan sayap kokohnya bangga memiliki ayah yang luar biasa. Aku gadis kecil yang sakit-sakitan mengucapkan begitu banyak terimakasih untuk ayah yang samapai saat ini ada dalam jiwa dan raga kami. Dan kami akan selalu mendoakan engkau bahagia disana , hingga saatnya nanti kita akan bertemu dan berkumpul kembali menjadi sayap-sayap yang utuh.


*Ayah, aku selipkan rindu ini pada angin malam yang berhembus malam ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar