Kamis, 18 April 2013

Pelukis Malam (part2)


Malam ini aku seperti biasa menunggu Ranti. Namun tak ada satupun panggilan Ranti yang aku terima, begitupun ia tidak menerima panggilanku. Aku mencoba singgah ketempat ia bekerja namun tak ada yang melihat Ranti malam itu. Entah dimana perginya Ranti. Dengan cemas aku memberanikan diri untuk datang kerumahnya hanya sekedar memastikan dia baik-baik saja.
“aaaahhhh ini gila, aku mencari seorang wanita di tengah malam seperti ini”ocehku sendiri
Aku sudah berada tepat berada di depan rumahnya. Namun aku urungkan lagi niat itu, kemudian aku tuntun kakiku menjauh dari rumah Ranti menuju persimpangan jalan untuk pulang.
                                                               ***
3hari sudah aku tak bertemu Ranti, bahkan sekedar memberI kabarpun tidak. Entah kemana perginya ia, apakah aku membuat suatu kesalahan?? Aku tidakl tau. Mungkin pertemuanku dengan Ranti memang ditakdirkan sampai saat itu saja. Di malam yang sepi ini, bulan sabit seolah memberi restu pada aku dan Ranti, itupun jika ada. langit malam ini indah bertaburan bintang dengan sinarnya seolah memberikan atmosfir. Kami duduk berdua dikursi taman kota seperti hari-hari sebelumnya, itu yang aku bayangkan. menatap langit penuh harap, sayup-sayup suara yang ku kenal terdengar melirih samar-samar namu  kiat jelas, mendekat.
"arman....."
suara itu kini sepertinya tengah berada dibelakangku. namun aku masih tak lepas dari pandangannku pada langit malam hari. suara itu tak terdengar lagi. mungkin memang itu hanya halusinasiku. Aku kembali konsentrasi menatap langit membayangkan seolah Ranti memng sedang berada disana tersentum melihatku. namun konsentrasi ku kini terganggu lagi, tapi kali ini bukan suara namun sentuhan seseorang pada bahu kananku. tangannya terasa dingin sedingin malam ini.
"arman .... "
suara itu kembali terdengar, suara seseorang yang memanggil namaku. suara yang jelas aku kenal. aku membalikan tubuhku dan aku mendapati Ranti tepat dibelakang kursi tempat aku duduk. dengan matanya yang sayu dia tersenyum yang membuat jantungku tiba-tiba berdesir hebat.
"kamu terlihat seperti melihat hantu"
aku masih diam
" sedang apa malam-malam disini sendiri?"
Ranti menghiriku dan duduk disebelahku ikut memandang langit.
" kamu masih hidup?"
"menurutmu?"
"oh kupikir kau sudah mati. terbunuh dingin"
"aku tak sebodoh mu"
Ranti tertawa
"untuk apa tertawa?"
"untuk hidupku yang memang bodoh"
aku mengalihkan pandanganku pada Ranti.
"ada apa? kemana saja?"
"ada"
"sudah tidak kerja disana lagi?"
"sepertinya tidak"
"pindah kerja? tidak malam lagi ya? selamat"
"aku juga tidak kerja siang hari"
"lalu?"
"aku ingin mendengar ucapan selamat dari mu"
"......."
"aku akan menikah"
"oh"
"besok akadnya pukul 09.00 WIB. dirumah, setelah itu aku akan pindah. kamu pasti tidak bisa datang. jelas kamu harus kuliah bukan?"
"hmmmm, iyaaa"
"tidak memberiku selamat?"
"oh, selamat yaa"
"iya terimakasih"
suasana malam ini sangat tidak didugaa. kami terdiam tak bergeming tak ada yang mengeluarkan suara sedikitpun kecuali suara jangkrik yang bernyanyian seperti mencuri dengar.
"dia laki-laki yang umurnya setara dengan almarhum ayahku. laki-laki itu pengunjung ditempat aku bekerja. dia sudah menyukaiku 3bulan ini. awalnya aku tidak mau. tapi ibu sudah tidak bisa lagi bekerja dia sakit. hanya aku tulang punggung keluarga"
Ranti menjelaskan panjang lebar tanpa menoleh kemanapun dia hanya luruh menatap langit.
"oh, iya"
Ranti tiba-tiba mengangkat tubuhnya dari bangku itu. Dia berdiri. tersenyum padaku. dengan pipinya yang basah oleh air matanya, aku tidak tau sejak kapan dia menangis.
"aku sepertinya harus segera pulang, Arman, terimakasih untuk selalu menemani ku beberapa malam ini, jangan habiskan hidup kamu ditepi jalan seperti ini kelak ketika kita bertemu lagi kamu sudah menjadi orang yang berhasil" dengan singkat tiba-tiba Ranti memelukku yang masih duduk. Iya dia memelukku seperti tak ingin lepas erat sekali, itu pelukan untuk pertama kali dan mungkin yang terakhir. aku tidak berbicara apapun masih diam kaku. kemudian ia melepaskan pelukkannya dan pergi melangkah meninggalkan aku dengan air matanya yang basah dibahuku.
aliran darahku tiba-tiba seperti mendidih. entah bergemuruh atau akan pecah. Menikah ! itu yang aku dengar. lelucon apa ini. Aku menatap ranti yang berjalan kemudian berlari menjauh dan menjauh. hanya tinggal aku dengan bangku kosong dan jangkring-jangkrik itu yang tak percaya dengan yang ku dengar bahkan aku belum sempat mengakatan perasaanku tapi kau sudah pergi meninggalkan aku.

                                                                  end



Tidak ada komentar:

Posting Komentar